Sabtu, 06 Juli 2013

Review "KDRT: Kekonyolan dalam Rumah Tangga" by Nurul Amin

http://media.kompasiana.com/buku/2011/12/02/asyiknya-kdrt-418216.html

Peristiwanya berawal pada hari Sabtu tanggal 26 November 2011 di Aula Serbaguna Pondok Pesantren Attaqwa Putra, Kampung Ujung Harapan, Kelurahan Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Forum Komunikasi Mahasiswa Attaqwa (FKMA) yang berkedudukan di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang mengadakan seminar pendidikan bertema Meningkatkan Kultur Baca Tulis di Kalangan Pelajar. Saya dan Mas Boim Lebon didaulat menjadi narasumbernya. Setelah acara tersebut selesai, Mas Boim menghadiahi saya satu dari puluhan karyanya. Buku itu berjudul KDRT. Tentang isi buku inilah yang ingin saya bagikan kepada Anda.
Menurut yang saya pahami, KDRT itu kependekan dari kekerasan dalam rumah tangga. KDRT adalah pelakuan kasar dalam bentuk fisik dan nonfisik yang dilakukan oleh seorang atau lebih anggota keluarga kepada anggota lainnya. Umumnya, pelaku KDRT adalah suami terhadap istrinya atau ayah terhadap anaknya, tetapi bisa juga istri kepada suaminya, ibu kepada anaknya, atau kedua orang tua terhadap anaknya. Di antara beberapa faktor pemicu KDRT adalah faktor ekonomi, pendidikan yang rendah, cemburu, atau bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak yang ikut andil dalam rumah tangga.
Lain KDRT yang saya pahami, lain pula KDRT versi Boim Lebon dan kawan-kawannya. KDRT mereka singkat menjadi kekonyolan dalam rumah tangga. Buku ini diterbitkan oleh Lingkar Pena dengan tebal 160 halaman. Buku yang dicetak pada Maret 2011 ini berisi dua puluh kisah kekonyolan yang terjadi dalam rumah tangga dan dijual dengan harga Rp26.000,00.
Kesan pertama yang saya rasakan ketika mulai membaca buku ini adalah kesederhanaan tema yang muncul dalam cerita. Akan tetapi, kesederhanaan tema itu menjadi nikmat dibaca karena bahasa penulisannya cukup populer, mudah dipahami, dan mengalir bak percakapan lisan. Namun, kesan selanjutnya yang muncul adalah kegeraman, khususnya ketika saya membaca cerita pertama di halaman 9 tentang Gue vs Ayam. Salah satu nama ayam yang ada di cerita tersebut adalah AMIN. Itu kan nama belakang saya. Sudah begitu, nasib si Amin sungguh menyedihkan: menjadi ayam buruk rupa yang kakinya pincang sehingga patut dikasihani karena berjalannya susah payah. Lebih tragis lagi, nasib si Amin sungguh naas karena tewas disantap musang.
Buku ini memang buku antikemapanan. Istilah-istilah populer diplesetkan dengan cerdas dan jenaka. Simak saja kata kekerasa dalam KDRT yang diganti dengan kekonyolan, seperti kebakaran jenggot diganti dengan seperti kebakaran jilbab (h. 17), dan sampai titik darah penghabisan diganti dengan sampai tetes cendol penghabisan (h. 22).
Buku ini juga menghadirkan cerita komedi yang cerdas dengan akhir (ending) cerita yang sulit ditebak tapi mudah dimengerti. Simak saja Balsem Bikin Lengket (h. 25), Sepatu Semut di Pagi Hari (h. 33), Meringis (h. 34), atau Penyeberang Jalan (h. 35).
Buku ini juga berisi pesan mendalam dalam bentuk nasihat tersirat untuk para pembacanya. Misalnya pada kisah Tips Menjadi Ayah yang Baik: Nyogok! (h. 39) dan The Story of The Ustaz’s Wife (h. 79), dan Menjadi Nada (h. 113). Ada pula cara cerdas dalam menyelesaikan konflik rumah tangga seperti pada cerita Mesin Cuci (h. 131) My Weekend Husband (h. 125), dan Hape Zaman Es (h. 147). Buku ini juga berisi kritik cerdas yang terinspirasi dari kejadian sehari-hari seperti Episode Rumah Sakit X (h. 101) dan Doctor or Witch Doktor (h. 119).
Meskipun menurut saya, sebagai guru bahasa Indonesia, penulisan dalam buku ini tidak memenuhi standar kebakuan ejaan yang disempurnakan (EYD) dan cenderung mereduksi teori kebahasaan, isi buku ini sangat asyik dinikmati, khususnya bagi pasangan suami istri. Semoga buku ini dapat menginspirasi setiap pasangan suami istri agar dapat menjadikan masalah yang timbul sehari-hari sebagai bagian dari seni kehidupan. (NAM)
Bekasi, 2 Desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar