Peristiwanya
berawal pada hari Sabtu tanggal 26 November 2011 di Aula Serbaguna
Pondok Pesantren Attaqwa Putra, Kampung Ujung Harapan, Kelurahan
Bahagia, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi. Forum Komunikasi Mahasiswa
Attaqwa (FKMA) yang berkedudukan di Kampus UIN Syarif Hidayatullah,
Ciputat, Tangerang mengadakan seminar pendidikan bertema
Meningkatkan Kultur Baca Tulis di Kalangan Pelajar. Saya dan Mas Boim
Lebon didaulat menjadi narasumbernya. Setelah acara tersebut selesai,
Mas Boim menghadiahi saya satu dari puluhan karyanya. Buku itu berjudul
KDRT. Tentang isi buku inilah yang ingin saya bagikan kepada Anda.
Menurut
yang saya pahami, KDRT itu kependekan dari kekerasan dalam rumah
tangga. KDRT adalah pelakuan kasar dalam bentuk fisik dan nonfisik yang
dilakukan oleh seorang atau lebih anggota keluarga kepada anggota
lainnya. Umumnya, pelaku KDRT adalah suami terhadap istrinya atau ayah
terhadap anaknya, tetapi bisa juga istri kepada suaminya, ibu kepada
anaknya, atau kedua orang tua terhadap anaknya. Di antara beberapa
faktor pemicu KDRT adalah faktor ekonomi, pendidikan yang rendah,
cemburu, atau bisa juga disebabkan adanya salah satu orang tua dari kedua belah pihak yang ikut andil dalam rumah tangga.
Lain
KDRT yang saya pahami, lain pula KDRT versi Boim Lebon dan
kawan-kawannya. KDRT mereka singkat menjadi kekonyolan dalam rumah
tangga. Buku ini diterbitkan oleh Lingkar Pena dengan tebal 160 halaman.
Buku yang dicetak pada Maret 2011 ini berisi dua puluh kisah kekonyolan
yang terjadi dalam rumah tangga dan dijual dengan harga Rp26.000,00.
Kesan
pertama yang saya rasakan ketika mulai membaca buku ini adalah
kesederhanaan tema yang muncul dalam cerita. Akan tetapi, kesederhanaan
tema itu menjadi nikmat dibaca karena bahasa penulisannya cukup populer,
mudah dipahami, dan mengalir bak percakapan lisan. Namun, kesan
selanjutnya yang muncul adalah kegeraman, khususnya ketika saya membaca
cerita pertama di halaman 9 tentang Gue vs Ayam. Salah satu nama ayam
yang ada di cerita tersebut adalah AMIN. Itu kan nama belakang saya.
Sudah begitu, nasib si Amin sungguh menyedihkan: menjadi ayam buruk rupa
yang kakinya pincang sehingga patut dikasihani karena berjalannya susah
payah. Lebih tragis lagi, nasib si Amin sungguh naas karena tewas
disantap musang.
Buku
ini memang buku antikemapanan. Istilah-istilah populer diplesetkan
dengan cerdas dan jenaka. Simak saja kata kekerasa dalam KDRT yang
diganti dengan kekonyolan, seperti kebakaran jenggot diganti dengan
seperti kebakaran jilbab (h. 17), dan sampai titik darah penghabisan
diganti dengan sampai tetes cendol penghabisan (h. 22).
Buku
ini juga menghadirkan cerita komedi yang cerdas dengan akhir (ending)
cerita yang sulit ditebak tapi mudah dimengerti. Simak saja Balsem Bikin
Lengket (h. 25), Sepatu Semut di Pagi Hari (h. 33), Meringis (h. 34),
atau Penyeberang Jalan (h. 35).
Buku
ini juga berisi pesan mendalam dalam bentuk nasihat tersirat untuk para
pembacanya. Misalnya pada kisah Tips Menjadi Ayah yang Baik: Nyogok!
(h. 39) dan The Story of The Ustaz’s Wife (h. 79), dan Menjadi Nada (h.
113). Ada pula cara cerdas dalam menyelesaikan konflik rumah tangga
seperti pada cerita Mesin Cuci (h. 131) My Weekend Husband (h. 125), dan
Hape Zaman Es (h. 147). Buku ini juga berisi kritik cerdas yang
terinspirasi dari kejadian sehari-hari seperti Episode Rumah Sakit X (h.
101) dan Doctor or Witch Doktor (h. 119).
Meskipun
menurut saya, sebagai guru bahasa Indonesia, penulisan dalam buku ini
tidak memenuhi standar kebakuan ejaan yang disempurnakan (EYD) dan
cenderung mereduksi teori kebahasaan, isi buku ini sangat asyik
dinikmati, khususnya bagi pasangan suami istri. Semoga
buku ini dapat menginspirasi setiap pasangan suami istri agar dapat
menjadikan masalah yang timbul sehari-hari sebagai bagian dari seni
kehidupan. (NAM)
Bekasi, 2 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar