http://dinanf.blogspot.com/2011/07/resensi-jilbab-traveler.html
“Nah,
 di pintu kulkas mereka bertaburan magnit souvenir dari berbagai negara.
 Saya suka sekali melihat souvenir kecil dengan gambar-gambar khas, yang
 menempel di pintu kulkas mereka. Saking sukanya saya sering 
berlama-lama memandangi. Cuma memandang saja tanpa berani menyentuh”
Secuil
 ungkapan dari Teh Asma Nadia tentang darimana mimpi berkeliling ke luar
 negeri itu berasal. Banyak orang yang bermimpi ingin ke luar negeri, 
dengan asal mimpi yang beragam. Mungkin kebanyakan orang, akan 
menjadikan buku ini sebagai asal mimpi tersebut. Jilbab Traveler.
Bagaimana
 tidak? Buku yang ditulis oleh Teh Asma Nadia dan 9 penulis muslimah 
lainnya (Beby Haryanti Dewi, Dina Y. Sulaeman, Hartati Nurwijaya, Dina 
Mardiana, Tria Barmawi, Wina Karnie, Ellina Soraya, Sitaresmi Sidharta, 
dan Dede Mariyah), begitu nikmat untuk dibaca. Cerita-cerita unik serta 
kata-kata motivasi dikisahkan dengan interaktif dan deskriptif, membawa 
kita masuk dalam imajinasi sedang berada di negara-negara yang 
diceritakan. Mulai dari benua kita, sampai ke benua-benua tetangga. 
Semua belahan dunia ternyata memiliki keunikan tersendiri.
Poin
 yang disorot dalam buku ini adalah jilbabnya. Jilbab dianggap sebagai 
penghambat bagi muslimah untuk melakukan perjalanan ke negeri orang. 
Buku ini mementahkan anggapan tersebut. Kata siapa berjilbab menghalang 
mimpi kita?
Buktinya, Teh Asma bisa sangat dekat bersahabat dengan Gu Kyoung-Hee Onny yang ia temui dua kali di jihacheol saat
 berada di Seoul, Korea. Teh Beby Haryanti Dewi juga bisa merasakan 
bagaimana berantakannya hotel yang ia tempati di Belanda. Simak juga 
cerita Teh Tria Barmawi yang dikejar-kejar oleh supir taksi saat ia 
diberi tugas di Karibia. Masih banyak kisah-kisah seru dan kocak lainnya
 di Jerman, Australia, Damaskus, Turki, Iran, Hong Kong, Paris, Amerika 
Serikat, sampai ke Moscow.
Kocak? Seru? Masa, sih? Ya.
Awalnya
 saya membayangkan akan membaca tulisan-tulisan deskriptif yang biasa 
kita baca di buku-buku lain, yang isinya hampir sama dengan buku 
geografi kita. Ternyata, dalam buku ini memberikan kesan yang berbeda. 
Pembaca diajak untuk berempati merasakan bagaimana cemas campur 
penasarannya Teh Dina Mardiana saat mendapat beasiswa ke Turki. Cemas 
karena harus tinggal sendiri di luar negeri tanpa orang tua, namun 
berkecamuk pula rasa penasaran ingin tahu bagaimana kehidupan masyarakat
 di negara sekuler ini, yang sebagian besar penduduknya memeluk agama 
Islam dan jumlahnya konon lebih banyak daripada Indonesia. Atau kagetnya
 Teh Beby Haryanti Dewi, saat om dan ayahnya datang ke Jerman hanya 
mengenakan kaos tangan panjang dan kemeja safari, padahal saat itu suhu 
di Jerman mencapai -10 derajat Celcius! Lucunya lagi, saat tahu suhunya 
serendah itu dan merasa salah kostum, om dan ayahnya mengeluarkan 
sajadah dan kaos kaki dari koper mereka. Lho, mau ngapain ya? Ternyata, 
sajadah digunakan untuk menutup kepala dan kaos kaki dijadikan sarung 
tangan! Mereka berdua sukses membuat bule-bule terheran-heran.
Kisah-kisah
 unik tentang jilbab juga diceritakan. Kocak, sedih, kesal, semua 
diungkapkan dengan hikmah dan ilham yang bisa kita ambil. Dikira Madam 
Theresa, mode yang sedang tren, TKW, sampai ditanya panjang lebar oleh 
petugas visa, membuat kita lebih termotivasi untuk keliling dunia agar 
dunia lebih mengenal Islam dan muslim. Untuk muslimah, dapat menyebar 
syi’ar dengan jilbabnya. Untuk itu, akhlak baik harus disertakan yang 
akan menyenangkan setiap orang yang ditemui, sehingga pandangan orang 
tentang Islam berubah menjadi agama yang lembut namun tegas, gampang 
bukan gampangan, mengatur segalanya namun tidak tanpa alasan. Bukan 
sebagai negara teroris yang hobi meledakkan bom sana-sini atau agama 
yang tidak menghargai wanita dengan adanya poligami. Seperti 
pertanyaan-pertanyaan yang pernah dilontarkan kepada Teh Sitaresmi 
Sidharta. Untuk itu, teteh yang satu ini menganjurkan kita untuk 
memperdalam Bahasa Inggris dan Islam. Beberapa penulis juga 
mengungkapkan bahwa kita tidak perlu takut berjilbab, karena jumlah 
muslimah berjilbab di negara asing juga tidak sedikit. Wow!
Selain
 itu, yang namanya tinggal di negeri orang, terutama di negara dengan 
muslim yang minoritas, kendala utama adalah tempat ibadah dan makanan 
halal. Berbeda dengan Indonesia yang masjidnya berlimpah, sampai-sampai 
bingung pilih masjid yang mana; muslim di luar negeri memenuhi kebutuhan
 akan sayang dan cintanya Allah SWT di museum, perpustakaan, subway station, bahkan di taman! Hunting makanan
 halal juga tidak kalah serunya. Kita harus berterima kasih pada 
orang-orang Turki, Maroko, Bangladesh, dan Pakistan yang terlebih dulu 
berimigrasi ke sana dan menyediakan makanan halal di tokonya.
Hola. Como esta usted? (Halo, apa kabarmu?)
Goed, dank u. (Baik, terima kasih.)
Gabsida! (Jalan, yuk!)
La (tidak)
Wah, kok saya jadi pintar beberapa bahasa gitu? Ya iyalah, karena di buku ini juga dituliskan secuil kamus survive dari
 negara-negara yang diceritakan oleh penulis. Bahasa Belanda, Spanyol, 
Damaskus, Korea, Jerman, Turki, dan masih banyak lagi. Selain kamus, ada
 pula berbagai macam tips yang bisa diterapkan saat kita ke luar negeri.
 Termasuk tips bagaimana agar perjalanan yang kita lakukan malah 
mendekatkan kita pada Allah SWT, bukan malah menjauhkan. Agar perjalanan
 kita bernilai ibadah, yang akan dicatat sebagai amalan. Jangan sampai 
perjalanan kita malah mendekatkan kita pada setan, sehingga akhirnya 
kita terjerembab pada perbuatan yang dilarang oleh Allah. Mengingat di 
negara lain yang komunitas muslimnya minor, banyak sekali godaan-godaan 
yang ditemukan.
Padat berisi. Sarat makna. Inspiratif. Fresh. Inilah kesan yang ditimbulkan setelah membaca buku ini.
Mungkin bisa dibuat chapter 2-nya,
 karena ternyata dalam buku ini belum ada pengalaman dari Benua Afrika. 
Mesir, Kenya, Ethiopia, atau Afrika Selatan. Atau ada gak ya, muslimah 
yang sudah melancong ke Arktik dan Antartika?
Foto-foto perjalanan juga bisa lebih diperbanyak, sehingga dapat dibayangkan tuh, bagaimana keindahan pantai di Karibia, Victoria Park-nya
 Hongkong, sampai bagaimana menyedihkannya hotel di Belanda yang disewa 
oleh keluarga Teh Beby Haryanti Dewi. He he, walau hanya melihat dari 
fotonya saja. Meskipun dari tulisannya juga sebenarnya sudah cukup 
membuat kita berimajinasi.
Layaknya buku untuk traveler yang berjilbab, akan lebih informatif bila disajikan daftar alamat masjid atau islamic center dari negara yang dikunjungi oleh penulis. Terutama, negara yang penduduk muslimnya minoritas.
Ilustrasi perempuan berjilbab yang imut nan cute di bagian tips atau cover halaman
 belakang, sangatlah menarik. Tokoh yang ekspresif. Mungkin akan lebih 
seru bila dibuat cerita bergambarnya juga (komik), dengan tokoh 
perempuan ini, yang sedang menceritakan pengalaman-pengalaman seru yang 
dialami oleh penulis-penulis. Yaa, sekadar dua atau tiga cerita.
Buku
 yang sangat menarik dari Asma Nadia Publishing House. Membangun mimpi 
jilbaber Indonesia agar tidak takut untuk berkeliling dunia. Justru 
dengan berkeliling dunia, dapat ikut menyebarkan syiar tentang Islam. 
Wow, udah jalan-jalan, dapat pahala lagi. Seperti tagline pada buku 
tersebut “Berjilbab nggak berarti kamu nggak bisa keliling dunia!”. 
(DNF)
*Diikutsertakan dalam Lomba Menulis Resensi Buku oleh Penerbit ANPH

 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar