Jumat, 05 Juli 2013

Amboi, Segarnya Air Terjun Krueng Kala di Aceh!

Bosan dengan tempat wisata yang itu-itu saja di seputaran Banda Aceh, hari ini saya dan keluarga mencoba lokasi wisata yang agak jauh, Taman Rekreasi Islami Suhom, di Desa Krueng Kala Kecamatan Lhoong Aceh Besar. Fokus dari taman rekreasi ini adalah Air Terjun Krueng Kala setinggi dua puluh meter yang tumpah dari atas perbukitan.
Air Terjun Krueng Kala
Air Terjun Krueng Kala
Perjalanan menuju Kecamatan Lhoong ini memakan waktu kira-kira 1,5 jam bermobil dari pusat kota Banda Aceh dan lumayan bikin deg-degan. Pasalnya, kami harus melewati dua pegunungan untuk mencapainya, yakni Pegunungan Paro dan Pegunungan Kulu. Jalan menanjak, menurun, dan berliku tajam pun menemani kami sepanjang perjalanan, dimulai dari beberapa kilometer setelah Pantai Lhok Nga, Aceh Besar.
Pemandangan dari atas pegunungan
Pemandangan di perjalanan
Jurang yang sangat dalam di sebelah kanan atau kiri, serta tebing gunung berbatu yang kerap longsor saat musim hujan, membuat kami sering memekik dan menahan napas ketakutan. Terutama anak perempuan saya, Brina. Dia mengaku stres naik turun gunung. Tapi bagi dua anak laki-laki saya, perjalanan ini malah sangat seru dan mengasyikkan.
"Seperti naik roller coaster!" kata mereka. Terlebih, banyak sekali monyet liar yang berkeliaran atau nongkrong di atas pembatas jalan yang tentunya memberi hiburan tersendiri bagi mereka.

Di tengah perjalanan, kami berhenti untuk membeli nasi bungkus di sebuah rumah makan di pinggir jalan. Kalau berwisata, saya memang suka yang praktis-praktis saja, tak perlu repot masak bekal dan cuci perangkat sepulangnya. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan. Tak terlalu sulit menemukan lokasi wisata air terjun ini karena tanda-tanda penunjuk jalan cukup jelas.

Pukul 12.45, kami tiba di lokasi. Setelah membayar tiket masuk Rp2.000,00 per orang, kami langsung dihampiri oleh seorang ibu yang menyewakan tikar dengan harga Rp10.000,00 per lembarnya. Kami menyewa dua lembar tikar agar lebih leluasa, lalu memilih lokasi di bawah sebuah pohon besar. Karena hari telah siang, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Sambil menikmati keindahan panorama alam sekitar, kami menyantap nasi bungkus dengan lauk gulai ayam kampung khas Aceh Besar yang lezat. Usai makan, kami menuju musala yang ada di sana untuk melaksanakan salat Zuhur.
Musala
Musala
Terdapat empat buah kamar mandi umum yang kondisinya lumayan bersih di dekat musala sehingga memudahkan kami berwudu. Sekali masuk kamar mandi ini, kami harus membayar Rp2.000,00 per orang.
Kamar mandi umum
Kamar mandi umum
Sekarang, tiba saatnya mandi. Wah, segarnya! Airnya dingin, khas air pegunungan. Ini adalah pertama kalinya keluarga saya berekreasi mandi di sungai. Biasanya kami lebih sering ke laut yang lokasinya lebih dekat. Saya sendiri tidak begitu suka pergi ke laut karena cuacanya panas, badan gatal dan lengket setelah mandi di laut, dan sepulangnya pasti membawa pasir. Repot sekali membersihkan pasir yang lengket pada pakaian.
Saatnya mandi!
Saatnya mandi!
Awalnya, anak bungsu saya, Geunta, merengek meminta ke laut dan tidak mau ke air terjun.
"Nanti Geunta nggak bisa mandi. Kan, sungainya dalam," alasannya. Setelah diyakinkan bahwa dia bisa mandi di sungai, akhirnya dia setuju.
Geunta ceria dengan bebeknya
Geunta ceria dengan bebeknya
Karena belum pernah melihat air terjun dan mandi di sungai, anak-anak sangat antusias dan gembira. Apalagi mereka dibolehkan menyewa pelampung bebek seharga Rp10.000,00 per pelampung, bertambah senanglah mereka bermain air. Meskipun mereka sudah tampak kedinginan, tapi mereka tetap ngotot berenang. Saya dan suami bergantian masuk ke air untuk mengawasi sambil bermain bersama mereka.
Lokasi pemandian untuk anak-anak
Lokasi pemandian untuk anak-anak
Tempat pemandian sudah dibuat sedemikian rupa agar anak-anak dapat berenang dengan aman. Anak-anak atau orang dewasa yang tidak pandai berenang dilarang mendekati daerah kolam di bawah air terjun karena airnya sangat dalam. Sayang, saya tak bisa berenang, sehingga saya hanya bisa menyaksikan bagaimana serunya orang-orang terjun dari atas batu/tebing yang tinggi ke dalam kolam di dekat air terjun.
Kolam yang dalam
Kolam yang dalam
Kami sangat penasaran dengan tempat asal air terjun itu dan sebenarnya ada jalan bertangga untuk naik ke atas perbukitan untuk melihatnya. Sayangnya, entah kenapa, ada papan pengumuman yang menyatakan bahwa wanita dilarang naik ke atas sana. Akhirnya, kami terpaksa mengurungkan niat untuk naik ke bukit.
"Hm ... diskriminatif sekali, Dek!" goda suami saya sambil tertawa.
Orang di atas sana itu ... laki-laki.
Orang di atas sana itu laki-laki.
Dua jam mandi di sungai kiranya belum cukup bagi anak-anak. Mereka masih betah dan tak mau pulang. Tapi waktu tak memungkinkan untuk berdiam di sana lebih lama. Bayangan perjalanan melewati dua pegunungan yang menyeramkan tadi membuat kami memutuskan untuk buru-buru pulang sebelum hari gelap. Setelah beres-beres dan membersihkan diri, kami pun keluar dari lokasi wisata Air Terjun Krueng Kala. Meskipun harus cepat pulang, tetapi anak-anak tetap tampak puas. Mereka berharap kapan-kapan bisa datang ke sana lagi.

Sayangnya, kami pergi bukan di saat musim durian. Padahal durian Lhoong sudah terkenal nikmatnya. Di musim durian, banyak penjual durian yang menjajakan durian mereka di sepanjang perjalanan menuju air terjun. Tapi, kalaupun saat ini musim durian, saya tak yakin diizinkan membawa pulang durian oleh para laki-laki di keluarga saya. Mereka pasti akan protes karena tak tahan dengan baunya. Hanya saya dan Brina yang menyukai durian sehingga kerap didiskriminasi oleh mereka. :D

Ternyata, perjalanan pulang tak terasa semendebarkan perjalanan pergi tadi. Mungkin karena kami sudah mengetahui kondisi jalan sehingga tidak terkaget-kaget lagi seperti awalnya.
Dalam perjalanan, satu per satu anak saya tertidur lelap karena kelelahan bermain air. Rasa lega dan senang tebersit di hati saya karena hari ini telah berhasil memberikan sedikit kebahagiaan dan pengalaman baru bagi mereka, buah hati saya. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar