Selasa, 17 Februari 2015

Disuruh Ibadah Melulu, Nggak Boleh Senang-Senang?

        
          Bener nggak, ya?
         Allah mengatakan dalam Alquran surat Az-Zariyat ayat 56:

          “Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
         Berarti, kita cuma disuruh ibadah, nggak boleh senang-senang? 
         
         Boleeeh. Boleeh, kok!
         Itu memang hakikat manusia diciptakan Allah Swt.; supaya beribadah kepada-Nya, menyembah-Nya, atau mengabdi kepada-Nya. Yang berarti, apa pun yang kita lakukan di dunia ini—karena zaman udah canggih, maka dunia saat ini ada dua: dunia nyata dan dunia maya—haruslah dalam bingkai beribadah kepada Allah.  

          Makan, misalnya, untuk memberi dan menjaga tubuh pemberian Allah dengan nutrisi yang cukup agar sehat walafiat. Itu ibadah. Bekerja; mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggung jawab kita. Itu juga ibadah. Masih banyak contoh lainnya yang kita semua tentu sudah tahu, ya.


          Ibadah, ibadah, ibadah melulu, boseeen, ah! Terus, kapan senang-senangnya, dong?


          Tentu ada. Allah Maha Penyayang. Walaupun kata-Nya kita diciptakan untuk beribadah, tapi ternyata Allah juga memberi kita kesenangan, loh. Allah juga memberi kita kesempatan untuk merasakan kenikmatan hidup di dunia. Tapi, Allah juga memberi kita aturan dalam menikmatinya supaya kita tidak lantas menjadi manusia yang hanya mikirin senang-senang, melainkan agar kita tetap menjadi manusia yang bertanggung jawab, mulia, dan terjaga kehormatannya. 
          Kesenangan-kesenangan itu misalnya:
          
1. Syahwat: disalurkan dengan menikah. Kita tidak boleh melampiaskan syahwat kepada sembarang orang dan di sembarang tempat seperti hewan. Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dengan perempuan, lalu ditumbuhkan rasa cinta di antara mereka, yang dilanjutkan dengan keinginan membina rumahtangga. Kalau syahwat nggak terkendali, akibatnya sungguh buruk, orang akan menyalurkannya dengan siapa saja, bahkan dengan yang sejenis kelamin. Nauzubillah. Hewan saja tidak memuaskan nafsunya dengan yang sejenis kelamin, ya.


2. Harta: dibersihkan dengan zakat, infak, sedekah supaya kita tidak menjadi manusia kikir dan suka menumpuk-numpuk harta.

3. Tahta atau kekuasaan: diwanti-wanti agar menjadi pemimpin yang adil supaya kita menjunjung tanggung jawab dan dicintai rakyat.

4. Ilmu/kecakapan: dengan mengajarkannya kepada orang lain. Ilmu yang dibagikan akan terus berkembang, ilmu yang disimpan akan hilang.

          Masih banyak lagi, ya. Yang jelas, kesenangan apa pun yang kita dapatkan harus diiringi dengan tanggung jawab dan rasa rendah hati. Allah melarang kita berbuat ria, ujub, dan takabur dengan menyebut-nyebut kesenangan dan kelebihan kita. Kemuliaan kita, biarlah Allah dan orang lain yang menilai, dari apa yang kita perbuat sebaik-baiknya karena Allah, bukan dari apa-apa yang kita pamerkan untuk mendapatkan pengakuan ataupun pujian.


          Intinya, Allah memberikan kesenangan, bersamaan dengan itu juga memberikan batasan-batasan. Tujuannya agar kita tetap menjadi manusia yang mulia, juga agar kita mampu menjaga diri dari nafsu yang menyesatkan, yang dapat membuat kita menjadi serendah-rendah makhluk. 

         Nah, silakan nikmati kesenangan yang Allah berikan kepada kita, dengan tidak melupakan kepentingan/kebutuhan orang lain, dan dengan tidak berlebih-lebihan.[be]








Tidak ada komentar:

Posting Komentar