Rabu, 11 September 2013

Resensi The Siblings di Atjeh Post





[Resensi]: Televisi Imajinasi Itu Bernama The Siblings

Judul buku       : The Siblings: Hilangnya Duplikat Pedang Nabi
Genre               : Teen
Penulis             : Beby Haryanti Dewi
Penerbit           : PT. Penerbitan Pelangi Indonesia, Jakarta
Tebal               : ix +154 halaman
ISBN               : 978-602-7800-86-1

THE Siblings: Hilangnya Duplikat Pedang Nabi. Judul novel sangat menarik biarpun penulisnya adalah warga Aceh yang kini bermukim di Desa Beurabung Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar.
Ketika pertama sekali mendengar judul novel ini, asumsi saya langsung mengatakan kalau ini adalah novel yang “berat” serta susah dicerna. Paling tidak, perlu beberapa hari untuk menyelesaikan bacaannya di masa-masa sibuk seperti sekarang. Saya membuka halaman pertama novel ini Sabtu malam, 7 September 2013, pukul 22.00 WIB. Kebetulan, Sabtu adalah hari libur saya bersama keluarga.
Cerita Airin, yang ditabur garam di bibir oleh adiknya yang bernama Ando saat tertidur, membuat memori saya melayang pada kenangan saat seusia tokoh itu. Keceriaan, kepolosan, dan tingkah laku Ando betul-betul menghipnotis saya untuk membaca novel ini, lembar per lembar.
Beberapa kutipan yang membuat saya tersenyum geli adalah dialog antara Ando dengan petugas rumah sakit. Bagi saya, penulis benar-benar menjiwai karakter Ando. Cara penulis menggambarkan sosok Ando membuat karakter ini begitu hidup sehingga mampu memberikan gambar bergerak dalam imajinasi pembaca. Membaca novel ini seperti menonton televisi, tapi dalam imajinasi.
Demikian juga saat penulis menggambarkan sosok-sosok misterius dalam cerita selanjutnya. Berulang kali imajinasi saya terkecoh dengan opini yang dibangun. Rasanya sudah lama saya tidak merasakan rasa penasaran saat membaca sebuat cerita, baik novel ataupun komik. Padahal, membaca adalah tugas utama saya dalam pekerjaan sehari-hari. Namun, novel ini sukses membuat rasa penasaran saya muncul. Target untuk menyelesaikan bacaan dalam beberapa hari, ternyata imajinasi malah memaksa saya menuntaskan bacaan pada malam itu juga.
Hampir enam jam saya menghabiskan waktu untuk menyelesaikan bacaan novel ini. Tepat Minggu, 8 September 2013, pukul 04.00 WIB dini hari, bacaan ini selesai. Namun, lagi-lagi, akhir novel ini membuat kantuk saya hilang. Konflik yang diciptakan penulis membuat saya berandai-andai. Bagaimana nasib sang antagonis setelah lembar akhir novel ini selesai? Siapa Orang Seram berjubah hitam itu? Kenapa dia hanya muncul dua kali dalam cerita? Dalam gambaran penulis, sepertinya sosok itu sangat penting. Ternyata, penulis sengaja menampilkan Orang Seram itu untuk mengecoh pembaca dan membangun alibi.
Saran saya bagi pembaca, kalau tertarik dengan novel ini, hendaknya jangan membacanya saat ada kegiatan di pagi hari atau agenda penting lainnya. Karena, novel ini akan menghipnotis Anda untuk menuntaskan bacaan hingga selesai.

Murdani Abdullah, pekerja media dan penikmat kopi Aceh.

(Tulisan ini dimuat di Atjehpost, 9 September 2013 pukul 08.00 WIB)