Kalau
Jakarta punya Dufan, maka Leipzig punya Belantis, taman rekreasi terbesar di
bagian Timur Jerman. Wahana-wahana permainan seru pun digeber di sana, baik
untuk orang yang punya nyali lebih, yang rada takut-takut seperti saya, sampai
untuk anak-anak. Saya pernah berkesempatan mengunjungi Belantis membawa
teman-teman yang datang dari Dresden yang penasaran dengan taman hiburan ini.
Sandmann, tokoh dongeng si penabur bubuk tidur di Jerman |
Sayangnya, hari itu cuaca tidak
begitu bersahabat, mendung dan hujan rintik-rintik hampir sepanjang hari. Yaah
... padahal saat itu musim panas. Suhu udara Leipzig yang biasanya di atas 22˚C
pun anjlok menjadi 17˚C. Tapi karena teman-teman sudah datang pada hari itu, ya
sudah, pergi saja meskipun dingin-dinginan seharian di luar. Brrr!
Dari Hauptbahnhof (Main
Station) Promenaden, kami naik Strassenbahn (tram) nomor 3 sampai
halte terakhir di Knautkleeberg. Dilanjutkan dengan bus nomor 118 yang langsung
menuju halte Belantis. Perjalanan dari Hauptbahnhof ke Belantis memakan waktu
kira-kira 40 menit – 1 jam (tergantung berapa lama menunggu bus datang). Kami
sempat ketinggalan bus, jadi terpaksa menunggu bus berikutnya, deh!
Menunggu Buslinie 118 |
Begitu turun di halte bus, langsung
tampak istana Belantis yang besar dan cantik berwarna biru muda. Saya langsung membeli
Familien Tiket (tiket keluarga) dengan harga 24,90€ per orang (ini
berlaku jika anggota kelompok kita lebih dari dua orang), sementara anak-anak
yang tinggi tubuhnya di bawah 1 meter gratis. Lumayan, deh, bayi saya tidak
perlu bayar. Kemudian kami semua langsung masuk ke dalam.
Schloss Belantis |
Taman Belantis ini dibagi dalam
delapan tema, yaitu; Schloss Belantis (Istana Belantis), Tal der Pharaonen
(Lembah Fira’un), Strand der Götter (Pantai Dewata), Land der Grafen (Tanah Perhitungan), Insel
der Ritter (Pulau Ksatria), Küste der Entdecker (Pantai Penemu), Prärie der
Indianer (Padang Rumput Indian), dan Reich der Sonnentempel (Kekayaan Kuil
Matahari). Semuanya asyik dan seru!
Swiiiing! |
Karena saya membawa dua anak balita,
gerak saya sedikit terbatas alias tidak bisa mencoba semua wahana yang
ditujukan untuk orang dewasa. Sayang, deh, tiket mahal-mahal. Tapi saya dan
suami bekerja sama dengan baik agar masing-masing kami tetap dapat menikmati
lonjakan adrenalin yang ditawarkan oleh Belantis ini.
Wasserrutschen |
Setelah mencoba wahana-wahana yang
cocok untuk anak-anak, sampai ikut-ikutan naik kereta api mainan segala, saya
“kabur” sejenak untuk merasakan terjun dari Piramida Firaun. Soalnya saya
perhatikan, kok, kayaknya orang-orang yang terjun dari situ asyik banget,
menjerit-jerit heboh. Dalam pikiran saya, wahana itu tidak terlalu “mengerikan”
karena bentuknya hanya seperti perosotan tinggi. Yuk, aaah, dicoba!
Jadi anak-anak lagi :D |
Saya pun naik ke dalam perahu karet
dan dibawa masuk ke dalam Piramida Firaun mengikuti aliran air. Ternyata di
dalamnya seram, euy! Suasananya remang-remang dengan cahaya lampu obor yang
dipegang patung-patung ala Mesir atau yang ditaruh di dinding-dinding berelief.
Setelah berperahu beberapa saat sambil menikmati suasana mencekam, tiba-tiba
perahu saya berhenti tepat di depan “jurang” piramida.
“Hiii ... inilah saatnya!” kata
hati saya.
Piramida Firaun |
Tak lama kemudian, tahu-tahu perahu
berisi saya dan beberapa orang lain itu sudah dijatuhkan dari ketinggian. Tak
seperti dugaan saya sebelumnya yang mengira itu akan seperti perosotan,
ternyata kejadiannya sangat jauh dari itu. Saya merasa seperti terjun di udara
tanpa melihat apa pun di sekeliling saya selain langit! Rasanya seperti
dilontarkan begitu saja sebelum akhirnya perahu saya menemukan landasan untuk
meluncur ke sungai buatan di bawah. Ya ampun! Semaput!
Bukan sepeda biasa, naiknya mental-mental, lho! |
Dalam kondisi basah, saya turun dari
perahu dengan muka pucat tapi sambil tertawa geli. Aduh, tobat! Tapi hanya
tobat sambel, karena selanjutnya saya terus mencoba wahana-wahana lain termasuk
roller coaster yang disebut Mega-Achterbahn Huracan. Wuah, kalau
yang ini bukan cuma ngeri, tapi juga bikin badan saya pegal-pegal selama dua
hari akibat “dilempar-lempar” ke sana kemari!
Sepeda air |
Setelah puas menjemput adrenalin,
sambil menuju pintu keluar, saya iseng mencoba Perahu Santa Maria, yaitu perahu
besar yang (ternyata) berayun hingga 180˚. Kelihatannya, sih, seperti ayunan
biasa, makanya saya berani naik buat nyantai. Soalnya naik Huracan tadi telah
berhasil menyusutkan nyali saya ke taraf terendah. Tapi hohoho, ternyata saya
salah besar. Saat diayun turun dari posisi 180˚ itu, rasanya sama saja seperti
jatuh dari Piramida Firaun! Dan itu dilakukan berkali-kali! Tobat beneran, deh!
Balapan, yuk! |
Sebelum keluar dari Belantis, kami
menyempatkan diri menuju toko suvenir yang menjual berbagai macam cenderamata
khas Belantis. Harganya lumayan mahal, sih, tapi memang kualitas barangnya
bagus. Selain toko suvenir, di Belantis juga ada beberapa restoran dan hotel.
Harganya tentu sedikit lebih mahal dibandingkan dengan yang ada di luar Belantis.
Akhirnya kami pulang dengan membawa oleh-oleh foto “jelek”
saat naik roller coaster yang sengaja kami beli di toko yang menyediakan
jasa pencetakan foto. Hm ... lumayanlah lepas stres di Belantis dan berasa jadi
ABG lagi!
Jelek banget, hahaha! |
Belantis kini sudah banyak berbenah. Ketimbang saat saya
kunjungi dulu—dua tahun setelah dibuka pertama kali—sekarang Belantis lebih
teratur, cantik, dan wahana serta event-nya lebih banyak. Suasana di sekitarnya
juga tampak tidak terlalu gersang lagi seperti dulu. Jadi pengen ke sana lagi,
deh! [Be]
*Selengkapnya
tentang Belantis dapat dilihat di http://www.belantis.de.
(Artikel ini menjaid headline di www.kompasiana.com tanggal 30 Juli 2013 http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/07/30/menjemput-adrenalin-di-belantis-leipzig-577743.html)
(Artikel ini menjaid headline di www.kompasiana.com tanggal 30 Juli 2013 http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2013/07/30/menjemput-adrenalin-di-belantis-leipzig-577743.html)