Jumat, 05 Juli 2013

PMS, Bikin Tiap Bulan Pengin Makan Orang!

Jangan mendekat! Jangan mendekat! Mami sereeem!! Kyaaa!
Ya, begitulah kira-kira kalau saya sedang menjelang menstruasi. Lebih baik orang-orang di sekitar saya segera menyelamatkan diri sebelum semuanya terlambat!

"Mami, Geunta ngotorin kamar Sulthan!" teriak Sulthan, putra saya, dari kamarnya. Rupanya, adiknya makan biskuit di dalam kamarnya sampai berantakan.
"Iiih ... gimana, sih? Kalau jadi abang itu harus sayang sama adik! Kalau kotor, ya disapu! Masa harus Mami yang nyapu?! Mami, kan, lagi bla ... bla ... bla ...!" Saya pun nyerocos tanpa henti sampai Sulthan cemberut.
Korban pertama jatuh.
 
"Mamiii! Mau snack!" seru Brina tiba-tiba.
"Aduuuh! Ntar dulu, dong! Ini, kan, belum jam tiga, belum saatnya snack! Tunggu satu jam lagi! Baru makan siang udah laper lagi!"
Korban kedua nggelosor.

Dan demikian seterusnya, korban-korban selanjutnya bergelimpangan dengan sukses! Masing-masing kena semprotan dan omelan oleh saya yang lagi sensitif banget menjelang masa-masa menstruasi.
Hohoho ... seraaaam!

Bagaimana tidak sensitif? Tubuh saya sedang tidak enak banget. Perut bawah dan payudara nyeri, kepala terasa berat, badan lelah, mual, aduh ... pengin tiduran saja, deh, rasanya. Tapi, ya tidak bisa. Pekerjaan rumahtangga dan orderan lain menanti untuk dituntaskan. Bagaimanapun, saya tetap harus beraktivitas.
Dan, yang paling menyebalkan, kalau saya harus pergi belanja sendiri naik motor. Jalanan dekat rumah saya itu belum diaspal, masih berbatu-batu. Kebayang, kan, bagaimana rasa sakit saya semakin bertambah ketika melewati jalanan seperti itu? Sampai-sampai saya harus naik motor sambil agak berdiri, lho, supaya goncangan yang saya rasakan tidak terlalu keras. Hiks ... hiks ....
 
Melihat saya seharian uring-uringan, begitu saya masuk ke kamar, suami saya bertanya sambil tersenyum, "Kamu kenapa, sih, kok jutek amat hari ini? Uring-uringan terus dari tadi? Kasihan anak-anak diomeli terus."
"Tau, ah. PMS, kali, jawab saya pendek dengan wajah ditekuk." 
Ya, sebenarnya, saya pun tidak nyaman dengan keadaan seperti ini, tetapi apa mau dikata, semuanya terjadi begitu saja.
"PMS? Apa, tuh?" tanya suami saya bingung.
"Premenstrual syndrome, sindrom prahaid, jadi sensitif kalau mau haid. Jadi, harap maklum," jawab saya malas.
Suami saya tertawa kecil. "Jangan jadikan itu sebagai justifikasi, dong. Masa semua orang kamu marahin, terus dengan gampangnya bilang, Saya lagi PMS, harap maklum, ya! Enggak boleh, dong. Harus bisa kamu atasi."
"Iiih, enggak percaya banget, sih. Kalau lagi PMS, perempuan memang begitu. Mudah tersinggung, marah, sakit perut, lemas ... enggak bisa dihilangin!" Saya sebal karena tidak dibelain.
 
Ya. Itulah yang terjadi setiap bulan. Saya harus berjuang mengenyahkan hal-hal negatif dari diri saya yang diakibatkan PMS. Namun, tetap saja, wajah saya jadi irit senyuman, rasa sakit tak mau hilang, dan rasa lemas membuat saya malas.
 
Malu rasanya saat Brina menyalami saya usai salat berjamaah dan berkata lembut, "Mami, kok, enggak senyum? Mulutnya beginiii ... saja." Brina memanyunkan mulut menirukan saya.
Duh, kalau sudah begitu, saya buru-buru tersenyum selebar-lebarnya dan memeluk serta menciumnya. Maafkan Mami, ya, Nak.
 
PMS memang mengganggu. Kalau hanya rasa sakit atau tak nyaman yang harus saya tanggung, tak apalah, mungkin saya masih kuat menahannya. Tetapi, kalau saya sampai mengomeli anak-anak, aduh ... saya sedih, karena mereka sangat dekat dan manja pada saya. Saya pun selalu berusaha memberikan kasih sayang yang tak berbatas kepada mereka. Dan omelan itu, selain menyakiti hati mereka, sesungguhnya juga menyakiti hati saya sebagai ibu.

Saya sendiri, jika tanda-tanda PMS sudah mulai datang, biasa melakukan beberapa hal di bawah ini untuk meminimalkan gangguan si PMS:
1. Berusaha mengontrol emosi dan menenangkan diri.
2. Menyempatkan refreshing dari pekerjaan, misalnya jalan-jalan, belanja (belanja lemari, bukan belanja dapur, hehehe), atau bertemu teman-teman.
3. Sebisa mungkin aktif bergerak, seperti berolahraga atau mengerjakan pekerjaan rumah yang lebih banyak membakar kalori.
4. Makan cokelat, biasanya mood saya jadi membaik dan sakit kepala rada berkurang setelah ngemil sebatang cokelat ukuran sedang.
5. Minum jus wortel, untuk menambah daya tahan tubuh.
6. Menghindari minum kopi, karena saya sensitif sekali dengan kopi (padahal suka banget!), bisa bikin dada berdebar-debar dan tambah sakit.
 
Tapi, kalau itu juga tidak mempan, bagaimana?
Dulu, sebelum menikah, sesekali saya terpaksa mengonsumsi obat pereda nyeri haid karena PMS saya sangat parah; tak jarang bikin saya sakit perut sampai tak bisa bangun, muntah-muntah, bahkan pernah pingsan di ruang kuliah. Tetapi, sejak melahirkan anak, PMS saya berkurang jauh dan saya tak pernah lagi minum obat.


Hm ... kalau gejala PMS sudah sangat menyiksa dan menghambat aktivitas, mungkin berkonsultasi pada dokter bisa jadi pilihan agar dilakukan pemeriksaan lebih detail. Sebagai alternatif, ramuan tradisional juga bisa dicoba. Tetapi, sebaiknya tidak terlalu tergantung pada obat-obatan atau jamu, ya. Harus dipikirkan juga efek samping jangka panjangnya.

Well, Ladies, jangan mau kalah sama PMS, ya. Yuk, bertempur melawannya![]

(Tulisan ini menjadi Pemenang Harapan III Kompasiana-Vitafem Blog Competition, Curhat Saat PMS, 2013)
d0301eea69156b6adbeca5a39dde62a9_munch_2013_02_14_220315

Tidak ada komentar:

Posting Komentar