Jangan mendekat! Jangan mendekat! Mami sereeem!! Kyaaa!
Ya,
begitulah kira-kira kalau saya sedang menjelang menstruasi. Lebih baik
orang-orang di sekitar saya segera menyelamatkan diri sebelum semuanya
terlambat!
"Mami,
Geunta ngotorin kamar Sulthan!" teriak Sulthan, putra saya, dari
kamarnya. Rupanya, adiknya makan biskuit di dalam kamarnya sampai
berantakan.
"Iiih
... gimana, sih? Kalau jadi abang itu harus sayang sama adik! Kalau
kotor, ya disapu! Masa harus Mami yang nyapu?! Mami, kan, lagi bla ...
bla ... bla ...!" Saya pun nyerocos tanpa henti sampai Sulthan cemberut.
Korban pertama jatuh.
"Mamiii! Mau snack!" seru Brina tiba-tiba.
"Aduuuh! Ntar dulu, dong! Ini, kan, belum jam tiga, belum saatnya snack! Tunggu satu jam lagi! Baru makan siang udah laper lagi!"
Korban kedua nggelosor.
Dan
demikian seterusnya, korban-korban selanjutnya bergelimpangan dengan
sukses! Masing-masing kena semprotan dan omelan oleh saya yang lagi
sensitif banget menjelang masa-masa menstruasi.
Hohoho ... seraaaam!
Bagaimana
tidak sensitif? Tubuh saya sedang tidak enak banget. Perut bawah dan
payudara nyeri, kepala terasa berat, badan lelah, mual, aduh ... pengin
tiduran saja, deh, rasanya. Tapi, ya tidak bisa. Pekerjaan rumahtangga
dan orderan lain menanti untuk dituntaskan. Bagaimanapun, saya tetap
harus beraktivitas.
Dan,
yang paling menyebalkan, kalau saya harus pergi belanja sendiri naik
motor. Jalanan dekat rumah saya itu belum diaspal, masih berbatu-batu.
Kebayang, kan, bagaimana rasa sakit saya semakin bertambah ketika
melewati jalanan seperti itu? Sampai-sampai saya harus naik motor sambil
agak berdiri, lho, supaya goncangan yang saya rasakan tidak terlalu
keras. Hiks ... hiks ....
Melihat
saya seharian uring-uringan, begitu saya masuk ke kamar, suami saya
bertanya sambil tersenyum, "Kamu kenapa, sih, kok jutek amat hari ini?
Uring-uringan terus dari tadi? Kasihan anak-anak diomeli terus."
"Tau, ah. PMS,
kali, jawab saya pendek dengan wajah ditekuk."
Ya, sebenarnya, saya pun
tidak nyaman dengan keadaan seperti ini, tetapi apa mau dikata,
semuanya terjadi begitu saja.
"PMS? Apa, tuh?" tanya suami saya bingung.
"Premenstrual syndrome, sindrom prahaid, jadi sensitif kalau mau haid. Jadi, harap maklum," jawab saya malas.
Suami
saya tertawa kecil. "Jangan jadikan itu sebagai justifikasi, dong. Masa
semua orang kamu marahin, terus dengan gampangnya bilang, Saya lagi
PMS, harap maklum, ya! Enggak boleh, dong. Harus bisa kamu atasi."
"Iiih,
enggak percaya banget, sih. Kalau lagi PMS, perempuan memang begitu.
Mudah tersinggung, marah, sakit perut, lemas ... enggak bisa
dihilangin!" Saya sebal karena tidak dibelain.
Ya.
Itulah yang terjadi setiap bulan. Saya harus berjuang mengenyahkan
hal-hal negatif dari diri saya yang diakibatkan PMS. Namun, tetap saja,
wajah saya jadi irit senyuman, rasa sakit tak mau hilang, dan rasa
lemas membuat saya malas.
Malu
rasanya saat Brina menyalami saya usai salat berjamaah dan berkata
lembut, "Mami, kok, enggak senyum? Mulutnya beginiii ... saja." Brina
memanyunkan mulut menirukan saya.
Duh, kalau sudah begitu, saya buru-buru tersenyum selebar-lebarnya dan memeluk serta menciumnya. Maafkan Mami, ya, Nak.
PMS
memang mengganggu. Kalau hanya rasa sakit atau tak nyaman yang harus
saya tanggung, tak apalah, mungkin saya masih kuat menahannya. Tetapi,
kalau saya sampai mengomeli anak-anak, aduh ... saya sedih, karena
mereka sangat dekat dan manja pada saya. Saya pun selalu berusaha
memberikan kasih sayang yang tak berbatas kepada mereka. Dan omelan itu,
selain menyakiti hati mereka, sesungguhnya juga menyakiti hati saya
sebagai ibu.
Saya sendiri, jika tanda-tanda PMS sudah mulai datang, biasa melakukan
beberapa hal di bawah ini untuk meminimalkan gangguan si PMS:
1. Berusaha mengontrol emosi dan menenangkan diri.
2. Menyempatkan refreshing dari pekerjaan, misalnya jalan-jalan, belanja (belanja lemari, bukan belanja dapur, hehehe), atau bertemu teman-teman.
3. Sebisa mungkin aktif bergerak, seperti berolahraga atau mengerjakan pekerjaan rumah yang lebih banyak membakar kalori.
4. Makan cokelat, biasanya mood saya jadi membaik dan sakit kepala rada berkurang setelah ngemil sebatang cokelat ukuran sedang.
5. Minum jus wortel, untuk menambah daya tahan tubuh.
6.
Menghindari minum kopi, karena saya sensitif sekali dengan kopi
(padahal suka banget!), bisa bikin dada berdebar-debar dan tambah sakit.
Tapi, kalau itu juga tidak mempan, bagaimana?
Dulu, sebelum menikah, sesekali saya terpaksa
mengonsumsi obat pereda nyeri haid karena PMS saya sangat parah; tak
jarang bikin saya sakit perut sampai tak bisa bangun, muntah-muntah,
bahkan pernah pingsan di ruang kuliah. Tetapi, sejak melahirkan anak,
PMS saya berkurang jauh dan saya tak pernah lagi minum obat.
Hm ... kalau gejala PMS sudah sangat menyiksa dan menghambat aktivitas,
mungkin berkonsultasi pada dokter bisa jadi pilihan agar dilakukan
pemeriksaan lebih detail. Sebagai alternatif, ramuan tradisional juga
bisa dicoba. Tetapi, sebaiknya tidak terlalu tergantung pada obat-obatan
atau jamu, ya. Harus dipikirkan juga efek samping jangka panjangnya.
Well, Ladies, jangan mau kalah sama PMS, ya. Yuk, bertempur melawannya![]
(Tulisan ini menjadi Pemenang Harapan III Kompasiana-Vitafem Blog Competition, Curhat Saat PMS, 2013)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar