Barangkali guru yang paling repot kalau
hendak mengajar adalah guru bahasa asing. Bagaimana tidak, jika guru-guru
pelajaran lain mungkin bisa melenggang ke dalam kelas dengan modal satu atau
dua buku sebagai bahan ajar, guru bahasa asing tidak demikian. Sebagai guru
bahasa Jerman di SMA, saya kerap harus “pindahan” dari rumah ke kelas.
Banyaknya bahan ajar yang saya bawa sudah pasti memaksa saya untuk membawa tas
yang berukuran besar. Bermacam buku, kamus, berbagai materi penunjang seperti game,
teks lagu, majalah, buku cerita, dan lain-lain kerap memenuhi tas saya.
Sudah cukup? Tentu saja tidak! Masih ada laptop, loud
speaker, infocus, dan perangkat lain yang akan melengkapi. Kalau saya beruntung,
pihak sekolah yang akan menyediakan loud speaker dan infocus. Tapi,
kalau tidak, selain membawa laptop, saya harus membawa loud speaker sendiri—dan mungkin
juga infocus kalau saya memilikinya. Itu sebabnya saya selalu membawa dua tas
besar saat pergi mengajar.
![]() |
Suasana belajar bahasa Jerman di kelas |
Mengapa saya sampai seribet itu mempersiapkan bahan ajar? Padahal, tidak semua guru bahasa asing mau bersusah-susah membawa banyak "amunisi" ke kelas.
Belajar Lebih Mudah dan Menarik dengan TIK
Bagi saya, keberhasilan siswa dalam memahami bahasa Jerman
merupakan kesuksesan saya sebagai gurunya. Bila siswa gagal atau mengalami
kesulitan yang tidak bisa diatasi, itu berarti saya tidak total dalam mengajar.
Tingkat kemampuan dan daya serap siswa terhadap materi yang diberikan sangat
bervariasi, untuk itu diperlukan berbagai materi dan sarana penunjang agar dapat
mengakomodasi kebutuhan siswa dalam belajar. Dan, umumnya, siswa SMA merasa
bahasa Jerman itu sangat sulit, sehingga mereka mudah bosan dan jenuh bila
belajar terus-menerus dalam waktu yang relatif lama. Sehingga, penting untuk
saya menyiapkan bermacam materi penunjang yang menyenangkan untuk mengembalikan semangat
belajar siswa, seperti game, video/film sederhana, lagu, serta cerita
yang kesemuanya tentu dalam bahasa Jerman. Saya sebisa mungkin menciptakan suasana belajar yang seru dan santai.
![]() |
Siswa sedang memainkan game menyusun lirik lagu dalam bahasa Jerman yang sedang diputar |
Di zaman yang diserbu oleh teknologi serbacanggih sekarang ini,
lagu, video/film, maupun cerita sangat mudah didapatkan melalui berbagai media
informasi dan komunikasi seperti You Tube. Dengannya, materi teori bahasa Jerman di kelas dapat
lebih mudah dipahami karena langsung diaplikasikan dalam bentuk visual. Itu sebabnya
saya berusaha memanfaatkan teknologi ini dengan cara menghadirkannya ke kelas yang
saya asuh. Video-video yang biasa saya pilih adalah yang sederhana dan mudah dipahami oleh siswa, seperti film anak-anak atau kartun. Namun, saya menghadapi kendala terkait peralatan yang tidak selalu
disediakan oleh sekolah. Atau, kalaupun ada, kondisinya tidak lagi baik.
Sehingga, saya pernah mengecewakan siswa yang sudah berharap bisa menonton film
“Teletubbies” dan “Pocoyo” dalam bahasa Jerman karena infocus di kelas tidak
berfungsi.
Pocoyo, film animasi yang bisa dijadikan bahan untuk mendalami bahasa Jerman
Penggunaan Facebook untuk Belajar Bahasa
Mengajarkan bahasa asing khususnya bahasa Jerman memiliki tantangan tersendiri. Bagaimana membuat siswa yang tadinya tidak mengenal bahasa Jerman sama sekali kemudian bisa mengerti dan berbicara dalam bahasa Jerman dalam waktu relatif singkat. Keberhasilan siswa dalam mempelajari bahasa Jerman tidak bisa hanya dinilai melalui hasil ujian. Karena bahasa adalah sarana komunikasi yang menghubungkan seseorang dengan orang lainnya, maka tolok ukur terbaik dalam menilai kemampuan bahasa seseorang adalah melalui percakapan ataupun tulisan yang mewakili percakapan tersebut.
Mengajarkan bahasa asing khususnya bahasa Jerman memiliki tantangan tersendiri. Bagaimana membuat siswa yang tadinya tidak mengenal bahasa Jerman sama sekali kemudian bisa mengerti dan berbicara dalam bahasa Jerman dalam waktu relatif singkat. Keberhasilan siswa dalam mempelajari bahasa Jerman tidak bisa hanya dinilai melalui hasil ujian. Karena bahasa adalah sarana komunikasi yang menghubungkan seseorang dengan orang lainnya, maka tolok ukur terbaik dalam menilai kemampuan bahasa seseorang adalah melalui percakapan ataupun tulisan yang mewakili percakapan tersebut.
Hal itu kemudian membuat saya berpikir untuk lebih memudahkan siswa belajar di rumah dengan membuat
sebuah grup pembelajaran bahasa Jerman di Facebook, khusus untuk siswa-siswa
saya, demi menambah alternatif cara belajar. Seperti yang telah diketahui secara luas, Facebook merupakan media sosial
yang paling banyak penggunanya, dan tak sedikit dari mereka yang merupakan
siswa SMA. Saya pernah menyempatkan diri untuk mencari akun Facebook
siswa-siswa saya, dan ternyata cukup banyak dari mereka yang aktif di media
sosial tersebut. Menariknya, status-status pendek yang ditulis oleh mereka
seperti “bosan”, “hmm ...,” atau “lagi males” mencerminkan bahwa mereka tidak
tahu ingin menulis apa ataupun melakukan apa di Facebook. Hal ini dapat dimaklumi
mengingat usia mereka yang masih sangat muda sehingga memiliki pengetahuan yang
terbatas dan karenanya belum bisa memaksimalkan penggunaan Facebook untuk
hal-hal yang lebih berguna.
Ide saya membuat grup belajar bahasa Jerman di Facebook mendapat
tanggapan positif dari siswa-siswa saya. Di grup bernama Wir Lernen Deutsch tersebut,
saya dan para siswa saling berinteraksi melalui diskusi sederhana tentang
pelajaran bahasa Jerman. Saya mengusahakan menulis status yang sesuai dengan
apa yang baru dipelajari di kelas. Seperti gambar di bawah ini:
Berbagai video berbahasa Jerman yang tadinya tidak bisa
ditonton di kelas pun dapat dengan mudah diakses di grup Wir Lernen Deutsch.
Siswa bebas menontonnya kapan saja, di mana saja, dan dapat ditonton
berulang-ulang sampai paham. Tentu saja saya menyertakan “tugas mandiri”
terkait video yang ditonton agar siswa dapat berlatih di luar kelas, meskipun
tanpa paksaan mengerjakan.
Ini melegakan. Karena, jauh lebih mudah membagikan bahan
ajar tambahan di grup Facebook dibanding membawa seabrek perlengkapan ke kelas.
Apalagi siswa langsung dapat mengaksesnya hanya dengan modal sambungan
internet. Meskipun demikian, grup Wir Lernen Deutsch bukanlah segala-galanya.
Pembelajaran di kelas tetap harus dilakukan dengan maksimal. Saya tetap
menjalani rutinitas saya yang membawa berbagai kebutuhan mengajar yang
menyenangkan ke kelas. Grup Facebook hanyalah pendukung dan “layanan” ekstra
dari saya untuk para siswa.
Video yang tidak bisa ditonton di kelas, diunggah ke grup Facebook |
Dalam grup Wir Lernen Deutsch, siswa bebas bertanya tentang apa pun yang ingin diketahuinya—tak melulu soal pelajaran. Tak hanya saya, siswa juga diperbolehkan dan disarankan untuk membagikan sesuatu tentang hal-hal yang berkaitan dengan bahasa Jerman/negara Jerman untuk didiskusikan atau sekadar sebagai bahan obrolan.
Sesuai tujuan pembelajaran bahasa agar pembelajarnya dapat
menguasai bahasa tersebut, siswa diimbau untuk berupaya menuliskan komentar
atau status di grup dalam bahasa Jerman semampu mereka. Apalagi Facebook juga
memberi layanan penerjemahan di bagian bawah setiap komentar berbahasa asing.
Salah tidak apa-apa, yang penting mereka mencoba. Dalam menulis komentar dalam
bahasa Jerman, secara tidak langsung mereka juga belajar. Mungkin mereka perlu
membuka kamus atau translator sebelumnya, yang nantinya dapat menambah
perbendaharaan kata yang mereka ingat. Karena, belajar melalui praktik langsung
jauh lebih efektif dan mudah ketimbang hanya menerima atau membaca teori.
Sah-sah saja meminta bantuan Google Translate untuk menulis komentar dalam bahasa Jerman |
Pembentukan grup ini juga akan memberikan alternatif kegiatan di Facebook daripada sekadar “curhat”. Siswa jadi memiliki tujuan yang lebih positif ketika mengisi waktu dengan Facebook-an. Belajar bahasa Jerman diharapkan menjadi lebih menyenangkan karena dilakukan tanpa beban ataupun tuntutan yang berlebihan. Dan, yang paling penting, mereka dapat belajar kapan saja mereka inginkan, tak terbatas hanya di kelas.
Guru Bahasa Asing Harus Menyenangkan
Selayaknya sebuah media sosial yang mengutamakan
silaturahmi, keberadaan grup ini juga membuat saya lebih dekat dan akrab dengan
siswa-siswa saya. Yang menarik, ada seorang siswa yang sangat tidak acuh di
kelas (sering terlihat asyik dengan tabletnya), tetapi ternyata aktif di grup Facebook ini. Apa pun alasan yang
membuatnya aktif di grup—meskipun sebenarnya tidak ingin serius belajar—saya
tetap bersyukur. Karena, ketika dia masuk ke grup, minimal dia membaca
postingan terbaru saya yang berisi pelajaran bahasa Jerman yang sudah dibahas di kelas.
Menurut saya, guru bahasa asing haruslah menjadi guru yang
menyenangkan bagi siswa-siswanya. Karena, keberhasilan seseorang mempelajari
bahasa asing sangat ditentukan oleh kenyamanan dalam belajar, baik itu ruangan
atau suasana belajar, maupun interaksi yang berkualitas dengan guru. Siswa
harus terbebas dari rasa takut dan malu kepada guru bahasanya agar dia dapat mempraktikkan
kemampuannya berbahasa asing tanpa ragu. Ketertarikan siswa pada media sosial
sangat mendukung hal ini. Karena, suasana kaku yang biasa terjadi di kelas
dapat dicairkan melalui pembelajaran di media sosial.
Bagaimanapun, teknologi informasi dan komunikasi sangat dibutuhkan dewasa ini. Dunia telah berkembang dengan sangat pesat. Cara belajar siswa masa kini juga mungkin sudah jauh berubah dibandingkan dengan gaya belajar siswa dua puluh tahun yang lalu. Kebanyakan siswa sekarang lebih menyukai belajar lewat internet ketimbang belajar secara normal. Sebagai guru, kita diharapkan lebih peka dan update dengan teknologi-teknologi terbaru yang kira-kira bisa "diboyong" ke kelas demi menyesuaikan atau meng-up date cara mengajar kita.[]
(Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Guru Blogger Inspiratif 2014 dengan tema "Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Menunjang Proses Mengajar")
Bagaimanapun, teknologi informasi dan komunikasi sangat dibutuhkan dewasa ini. Dunia telah berkembang dengan sangat pesat. Cara belajar siswa masa kini juga mungkin sudah jauh berubah dibandingkan dengan gaya belajar siswa dua puluh tahun yang lalu. Kebanyakan siswa sekarang lebih menyukai belajar lewat internet ketimbang belajar secara normal. Sebagai guru, kita diharapkan lebih peka dan update dengan teknologi-teknologi terbaru yang kira-kira bisa "diboyong" ke kelas demi menyesuaikan atau meng-up date cara mengajar kita.[]
(Artikel ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Guru Blogger Inspiratif 2014 dengan tema "Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Menunjang Proses Mengajar")